Tuhan telah memberi kita manusia satu kebolehan yang sangat menakjubkan. Rahsia "huruf dan suara" ini sebenar nya adalah "ilmu" yang di sampaikan oleh "lidah" dari "hati" yang menyimpan "niat" itu. "Hijab" yang selalu nya tertutup di dalam "hati" yang di pandang Tuhan akan di "kabul" kan dengan kita mendedahkan "aurat" itu di khalayak ramai untuk mencari "nafkah" keperluan nya. Kita manusia mengunakan "huruf dan suara" ini untuk memohon doa permintaan yang di hajatkan untuk semua "hati" itu yang duduk bersama Tuhan dengan "niat" nya agar "kabul" kan segala permintaan itu. Maka benarlah kata Tuhan bahawa Dia lah yang memberi segala "rezeki" itu dan kita "wajib" mengadap Nya untuk jelaskan "kesyukuran" dan "keinsafan" itu.
Apabila kami siasat dan teliti kajian "huruf dan suara" ini, kami terpaksa rujuk kepada urusan "hijab kabul" itu di mana setiap "nafkah" zahir dan batin itu akan di beri dari "rezeki" yang di timbang dengan "susah dan senang" nya. Tuhan telah memberi "kudrat dan iradat" itu kepada kita untuk mencari "nafkah" untuk "keperluan" jasad tubuh kita ini. "Huruf dan suara" ini mempunyai "kuasa" untuk kita menuntut "keperluan" jasad tubuh itu. Tetapi "keperluan" ini akan di ukur dari "kemampuan" kita mencari "kepuasan" itu. Tuhan sudah berjanji akan sempurnakan "keperluan" kita tetapi bukan "kepuasan" itu. Kita telah gunakan "huruf dan suara" ini untuk menuntut "nafkah" itu. Tetapi kita sering mengkhianati "perjanjian" itu dengan diri kita sendiri. Ayat yang kita susun untuk di suarakan tidak sekata dengan "niat" yang tersimpan di dalam "hati" itu. Kita berbohong dengan diri sendiri untuk dapatkan "nafkah" itu dengan berdusta di hadapan Tuhan. Di situ kita sebenarnya telah menempah "musibah" atau "susah" itu untuk diri kita sendiri.
Tuhan telah memberi setiap manusia itu kebebasan untuk membuat "pilihan" itu dengan "peluang" yang di sediakan. "Huruf dan suara" inilah "hijab kabul" itu untuk kita bercakap dengan Tuhan. Tetapi "wajah" yang di pandang Tuhan bukan "huruf" dan di dengar Tuhan bukan "suara" itu. "Perasaan" dan "ingatan" kita itu adalah bahasa yang kita tutur kepada Tuhan. "Huruf dan suara" ini hanya di gunakan kepada semua "makhluk" itu. Sebab "huruf dan suara" ini adalah "ilmu" yang pernah di berikan kepada Nabi Adam ketika di jadikan sehingga Adam dapat menjelaskan apa yang di tunjukkan. Tetapi sebenar nya "ilmu" ini hanya satu "penilaian" untuk mencari fakta atau "hakikat" nya. Itulah mengapa "akal" itu kemudian di berikan sebagai "senjata" untuk mencari kebenaran atau "siratalmustakim" itu. "Huruf dan suara" ini bukan satu hakikat kebenaran tetapi hanya satu "penilaian" yang di buat untuk mengukur kebenaran itu. Begitu juga dengan "niat" itu yang perlu di buktikan dengan perbuatan nya.
Di sini kajian kami terpaksa rujuk pula kepada rahsia "kudrat dan iradat" itu yang melakukan segala perbuatan itu. Mengapa kita di "nilai" dengan "dosa dan pahala" itu. Kita perlu kenal Tuhan bukan hanya dengan menyebut " huruf dan suara" itu. "Kemampuan" kita masih di tangan Tuhan. Kita sebenar nya "daif, fakir, hina dan lemah". Kita sangat memerlukan "kekayaan, kebijaksanaan, kemuliaan dan kekuatan Tuhan itu. Perhatikan lah apa yang kita "ambil" dan apa yang kita "dapat" itu. "Huruf dan suara" itu akan selalu menjadi "saksi" kepada setiap makhluk di atas segala perbuatan kita itu tetapi "perasaan" dan "ingatan" itu akan di "saksi" Tuhan untuk melihat "pilihan" yang akan di buat dengan "kudrat dan iradat" itu. "Keputusan" itu masih di tangan Tuhan untuk beri "rezeki" yang di katakan "susah dan senang" itu. Tuhan mendidik kita dengan "ilmu" dari "rezeki" itu. "Hikmah" ini sangat di perlukan dengan "kesabaran" itu. Sebab Tuhan mendidik kita dengan "pasangan" yang buat perbezaan itu. Kita tidak akan dapat mengaku sesuatu itu besar jikalau tidak ada yang kecil. Kita tidak akan jadi "baik" jika tidak ada kejahatan. Pada mereka yang "pandai" itu maka insaflah apabila kita ternampak yang "bodoh" itu. Tuhan telah "letak" kita pada kedudukan yang lebih baik supaya kita "insaf" dan "syukur" dengan pemberian itu.
Ketika Rasulullah menerima "wahyu" apa yang perlu di lakukan oleh seorang Nabi yang "ummi" ini hanya perlu menyebut dengan "huruf dan suara" itu sahaja dan akan di bacaan itu akan di tadbir oleh "urusan kami" untuk beri kefahaman atau keimanan itu. "Kitab" atau "Kalam" yang perlu di "baca" oleh "sekepal darah" itu bukan hanya dengan "huruf dan suara" itu. "Sekepal darah" ini perlu "baca" dengan "perasaan" dan "ingatan" nya. Ini yang ingin di lihat Tuhan apabila kita "baca" setiap ayat di "kitab" atau "kalam" Nya itu. "Huruf dan suara" itu hanya di dendangkan kepada setiap makhluk dengan utusan seru sekalian alam itu. Maka "huruf dan suara" itu hanya bermanfaat kepada seru sekalian alam. Jadi janganlah kita beranggapan "huruf dan suara" itu di tujukan kepada Tuhan. Jika kita ingin berbicara dengan Tuhan maka gunakanlah "perasaan" dan "ingatan" itu. Sebab "bahasa" jiwa ini tidak akan pernah tersalah atau berbohong. Mengadaplah kepada Tuhan dengan "bahasa" jiwa ini untuk di pandang Tuhan dan gunakan "huruf dan suara" itu untuk seruan sekalian alam. Kita sudah terlalu "taksub" untuk dendangkan seru sekalian alam ini sehingga kita abaikan urusan kita kepada Tuhan. Apakah "pujian" manusia yang kita harapkan selain dari "pujian" kepada Tuhan. Mengapa kita jadikan "ibadat" itu sebagai satu "persembahan" untuk di nilai oleh umat manusia.
Ketika Rasulullah menerima "wahyu" apa yang perlu di lakukan oleh seorang Nabi yang "ummi" ini hanya perlu menyebut dengan "huruf dan suara" itu sahaja dan akan di bacaan itu akan di tadbir oleh "urusan kami" untuk beri kefahaman atau keimanan itu. "Kitab" atau "Kalam" yang perlu di "baca" oleh "sekepal darah" itu bukan hanya dengan "huruf dan suara" itu. "Sekepal darah" ini perlu "baca" dengan "perasaan" dan "ingatan" nya. Ini yang ingin di lihat Tuhan apabila kita "baca" setiap ayat di "kitab" atau "kalam" Nya itu. "Huruf dan suara" itu hanya di dendangkan kepada setiap makhluk dengan utusan seru sekalian alam itu. Maka "huruf dan suara" itu hanya bermanfaat kepada seru sekalian alam. Jadi janganlah kita beranggapan "huruf dan suara" itu di tujukan kepada Tuhan. Jika kita ingin berbicara dengan Tuhan maka gunakanlah "perasaan" dan "ingatan" itu. Sebab "bahasa" jiwa ini tidak akan pernah tersalah atau berbohong. Mengadaplah kepada Tuhan dengan "bahasa" jiwa ini untuk di pandang Tuhan dan gunakan "huruf dan suara" itu untuk seruan sekalian alam. Kita sudah terlalu "taksub" untuk dendangkan seru sekalian alam ini sehingga kita abaikan urusan kita kepada Tuhan. Apakah "pujian" manusia yang kita harapkan selain dari "pujian" kepada Tuhan. Mengapa kita jadikan "ibadat" itu sebagai satu "persembahan" untuk di nilai oleh umat manusia.